Rabu, 09 September 2015

Memahami Teori Liberalisme [Libertarian Theory] Pada Media Massa [2/3]



Liberalisme dan Pers
Kontribusi Liberalisme pada media massa adalah pemikiran: “Bahwa setiap manusia/individu adalah bernilai dan memiliki daya pikir, analisa dan penilaiannya. Bersamaan dengan itu juga, setiap manusia menyandang hak azasi yaitu hak beragama serta berbicara dimana PERS adalah bagian daripadanya.”  Kerajaan yang tadinya berkuasa atas kepemilikan (harus mendapat lisensi/permit dari kerjasaan) dan konten media massa, tergeser. Demikian juga dengan gereja yang tadinya banyak berperan sebagai regulator.

“Biarlah semua yang memiliki aspirasi untuk berbicara dan berpendapat, bebas berbicara.  (Pendapat) Yang benar akan tetap bertahan, adapun yang salah akan hilang. Pemerintah harus tetap berada diluar pentas adu argument tidak berusaha memihak pendapat manapun,”demikian dikatakan oleh John Milton salah satu tokoh Libertarian Press dari Inggris.  Tidak hanya itu, menurut Milton, pemerintah juga harus menghentikan praktek sensorshipnya bahkan terhadap pendapat yang “miring” sekalipun. Pendapat terakhir dari Milton ini didukung oleh tokoh Libertarian Press lain, John Wilkes. Menurutnya, TIDAK ada satu media pun yang dengan SENGAJA berpikiran melenceng (mislead). Kalaupun ada yang terkesan demikian tujuannya adalah untuk “mencerahkan” orang lain dan merangsang pemikiran baru.

Pemikiran Libertarian lain adalah Thomas Jefferson, seorang filsuf juga orang pemerintahan.  Pemikirannya banyak dipakai oleh teori Jurnalistik hingga saat ini saat menjelaskan fungsi pers. Dikatakan, fungsi utama dari pemerintah adalah mengembangkan serta menjaga framework dimana setiap warganegara dapat mencapai tujuan hidupnya. Adapun PRESS harus ikut berpartisipasi dalam semua konsep tersebut dengan cara mengedukasi warga, dan disaat yang sama mengawasi setiap penyelewengan yang dilakukan oleh pemerintah dari fungsi awalnya (watchdog).

Kebebasan bagi pers di Inggris akhirnya tiba, ketika  tahun 1694 sistem Lisensi (di Indonesia serupa SIUPP) dihapuskan, demikian juga dangan “instrument kontrol” lain seperti perpajakan khusus, subsidi kepemilikan dan modal dari pemerintah, dan berbagai hukum (pasal karet/penghindaan dan penyesatan) yang dapat menjerat mass media keranah criminal. 

Ada dua hal yang menjadi perdebatan terkait dengan kebebasan pers pada Libertarian State diabad ke-18. Pertama terkait dengan “Pasal Penghasutan” dan kedua hak pers untuk mempublikasikan kegiatan/proses kerja pemerintahan.   

Terkait dengan Seditious Libel, seperti diketahui pada masa Authoritarian Politic baik di Inggris maupun Amerika, penguasa berhak mengkontrol setiap publikasi yang mengkritik mereka. Hakim, yang adalah perpanjangan tangan penguasa, memutuskan apakah berita/informasi yang dipublikasikan “membahayakan” kestabilan pemerintahan. Setelah melalui perdebatan panjang, Seditious Libel akhirnya dihapuskan baik di Amerika (lewat Constitutional Provision) mupun di Inggris (lewat Parliamentary Act) pada tahun 1843.

Terobosan kedua dimasa Libertarian adalah hak media untuk meliput diruang ruang pemerintah/parlemen. Hal ini sangat tidak mungkin dilakukan pada era sebelumnya dimana “ruang kerja penguasa” steril dan BUKAN ruang public. Namun dimasa kebebasan pers,  media berpendapat bahwa anggota parlemen adalah representasi dan bekerja untuk rakyat maka wajar jika semua debat dan pembahsan yang merek lakukan terbuka bagi public.

Kendati terkesan bebas namun sebenarnya tetap ada batasan yang dikenakan pada pemberitaaan media. Adalah mustahil jika kebebasan tersebut bersifat mutlak. Pertanyaannya, sampai dimana batas kebebasan tersebut? Dan bagaimana mensupervisi dan mencegahnya kebablasan jika praktek sensorship telah dianggap illegal?  Bagaimanapun setiap kebebasan memiliki batas, yaitu kebebasan orang lain. 

Status dan Fungsi Media Massa di Era Demokrasi
Dalam Libertarian konsep, fungsi mass media adalah informasi dan hiburan. Fungsi ketiga lahir kemudian, karena dinilai terkait fungsi pertama dan kedua, yaitu independensi secara keuangan. Ini terkait dengan pemuatan konten iklan atau advertise. Jika ditelusurui maka fungsi utama pada Libertarian adalah mengungkapkan kebenaran, membantu menyelesaikan sengketa atau konflik dibidang politik dan ekonomi dengan menjadi sumber literasi dan informasi yang sahih dan valid.  Para pendukung konsep ini maklum betul bahwa didalam memenuhi fungsi tersebut, besar kemungkinan media “slip of tongue”. Namun, pemerintah tetap tidak punya hak untuk kemudian melakukan kontrol dan limitasi. Yang menjadi pusat kontrol adalah society atau public. Media yang terlalu sering salah perlahan akan kehilangan pangsa pembacanya dan tidak lagi dipercaya. Karena public sebagaimana asumsi yang dipakai oleh Libertarian adalah individu yang memiliki “power of reason” dan dapat menilai. Seluruh proses ini disebut dengan “self-righting” process.

Tidak seperti pada massa otoritarian, pada masa Libertarian semua individu (bahkan alien sekalipun) memiliki hak untuk masuk dalam industry ini. Sebagaimana industry lain diera liberalism, para pemain media pun dipersilahkan untuk bertarung sehat dipasar terbuka.

Lalu, apakah benar benar tidak ada pengawasan terhadap mass media dan sepenuhnya hanya pada pembaca? Atas pertanyaan ini bahkan para tokoh kebebasan di Inggris dan Amerika sepakat bahwa pemerintah memang tidak mungkin sepenuhnya lepas tangan. Namun, ‘makin sedikit campur tangan pemeritnah akan makin baik.’  Peran penguasa terbatas pada distribusi yang pada masa lampau masih menggunakan  pos. Sekarang, memasuki abad ke-19 dan abad ke-20 distribusi pun telah dilempar keswasta melalui agen agen besar dan nasional.

Selanjutnya bagaimana dengan konten, apakah benar benar tidak ada kontrol sama sekali sehingga media bebas menulis APA SAJA?  Ternyata tidak. Pertama, semua pendukung demokrasi sepakat bahwa media tidak boleh melakukan pencemaran nama baik terhadap seseorang.  Lalu bagaimana jika yang dicela itu adalah pegawai negara/pejabat? Bukankah doktrin Libertarian mengatakan pejabat harus terbuka untuk dikritik?  Setelah melalui pembahasan, di Amerika Serikat akhirnya disepakati bahwa pejabat negara ‘sedikit’ dilindungi oleh UU Pencemaran namabaik.   Selain itu, para pendukung Libertarian juga sepakat bahwa perlu ada perlindungan konten media dari porno dan cabul.
[BERSAMBUNG]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts