Rabu, 09 September 2015

Memahami Teori LIBERALISME Pada MASS MEDIA (Part 1/3)



Libertarian Theory of Press atau Teori Libertrian Mass Media adalah konsep yang paling popular digunakan hingga saat ini.   Teori ini berbasis pada doktrin Libertarian (liberalisme) yang berakar pada pemikiran sejumlah filsuf.  Saat ini bisa dikatakan hampir semua negara, kecuali yang menganut paham komunis, mengaku berada dibawah sayap atau naungan paham kebebasan atau liberalisme. Tentu saja bagaimana penerapannya, apakah benar benar sebagaimana yang dimaksud oleh doktrin liberalisme atau sekadar lips service, masih harus dikaji dengan lebih mendalam.  Yang pasti, masing masing pemerintah dan negara melakukan adjustment dan penyesuaian.

Postulat Dasar
Sama seperti teori authoritarian, maka prinsip dasar Libertarian juga berasumsi pada empat pokok pemikiran yang sama: the nature of man, the nature of society, relasi manusia dengan masyarakat (society) dan terakhir nature of knowledge and truth. 

Manusia, menurut libertarian adalah mahluk rasional. Kebahagiaan dan kesejahteraan adalah tujuan hidup setiap orang didalam masyarakat dan manusia adalah mahlum berpikir yang mampu mengorganisir dunia disekitarnya dan mengambil keputusan akan hal mana yang paling menguntungkan.  Manusia berbeda dari mahluk lain, contohnya hewan, dalam hal bahwa kita manusia dapat berpikir, mengingat, menggunakan pengalaman dan mengambil sebuah kesimpulan atau sintesa.  Walaupun diakui bahwa masyarakat (society) memberikan kontribusi yang besar kepada individu, bahwa individu hanya bisa mengambangkan kapasitasnya ketika berada dalam sebuah masyarakat atau negara, namun harus ada perlindungan terhadap kemungkinan negara/kelompok mengambil alih peran dan hak individu.  Para filsuf  liberalism malah menolak statement yang menyatakan negara adalah ekspresi tertinggi dari pencapaian manusia. Negara, kata mereka, tugasnya adalah wadah yang tugasnya memberikan metoda (jalan/cara) kepada rakyatnya untuk mengembangkan potensial diri. Dan ketika penguasa gagal melakukan fungsi itu maka harus ada perubahan atau modifikasi terhadap metoda yang diambil. Atau, lebih ekstrim lagi penguasa yang gagal harus diganti. 

Teori Libertarian melihat ‘Knowledge and Truth’ dari sudut pandang yang berbeda dengan Autoritarian yang sangat menjunjung kekuasaan otoriter. Libertarian dipengaruhi oleh doktrin doktrin kekristenan yang berkembang pada jamannya.  Dikatakan bahwa kemampuan berpikir (dan menilai) adalah anugrah dari Tuhan, sebagaimana halnya pengetahuan akan baik dan buruk. Kebenaran, menurut Libertarian adalah hasil AKHIR dari sebuah pengembangan, perbedaan pendapat dan argumentasi yang dapat diterima oleh rasional manusia. (Ini berbeda dengan Autoritarian bahwa Kebenaran ada pada penguasa; seperti Kebenaran versi Hitler yang menyatakan bahwa “The Truth is us.”)

Perkembangan Liberalisme
Berbagai temuan geografi dan astronomi pada abad keenambelas telah membuka pemikiran baru dibenak manusia. Pola pikir manusia terbuka (dan terbongkar) tentang apa yang namanya rasional dan pentingnya sebuah pendalaman dan analisa. Manusia mulai sadar akan potensi dirinya sendiri, dan menjadi sedemikian KRITIS.  Di Abad ke-17 orang mulai percaya bahwa dunia ini digerakkan oleh sebuah “hukum alam” yang kemudian coba dijelaskan dengan berbagai rumusan matematika dari Newton, Copernicus, Kepler dan yang lain.  Inilah era baru dalam “cara baru berpikir”.   Inilah cikal bakal lahirnya paham kebebasan berpikir yang kemudian melahirkan Liberalisme dan kemudian disebut dengan Era Renaissance.

Faktor kedua adalah  munculnya kelompok kelas menengah terutama di Eropa Barat. Orang orang ini menolak dan muak dengan kedigdayaan dan kekuasaan mutlak yang sebelumnya ada ditangan monarki (kerajaan) dan juga gereja. Industri oleh para pemodal (kapitalis) perlahan menggeser kekuasaan monarki dan antek anteknya.  Inggris adalah negara dimana perubahan drastic ini terjadi. Tahun 1688 menandai lahirnya supremasi kaum senat diparlemen, dan munculnyua system politik partai. Adalah John Locke yang menjadi tokoh dan filsuf politik dengan teorinya “popular sovereignity” yang menyatakan bahwa pusat dari kekuasaan negara adalah suara rakyat.  Adapun pemerintah adalah pemegang mandate (trustee) dari masyarakat dan sewaktu waktu rakyat dapat menarik kembali mandatnya.  Prinsip ini yang kemudian mendorong lahirnya revolusi Prancis dan Amerika dan menandai lahirnya era baru: Enlightment pada abad ke-18. 
[BERSAMBUNG]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts