Anda pasti sering dengar, pelawak (saya lupa nama pelawaknya), dan yang pasti diacara reality show (yang sayangnya saya lupa juga namanya)......melontarkan komentar "Tidak Ilmiah".
Hari ini saya dapati kenyataan (pahit) bahwa sebenarnya keputusan manajemen didalam sebuah bisnis (perusahaan) juga sering TIDAK ILMIAH. Seringkali hanya berdasarkan "insting" pak/bu bos, "wisdom" pak/bu bos. Yang lebih parah, cuma try and error, yang penting ada keluar kebijakan biar ketahuan manajemen mikir ngga sok sibuk atau makan gaji buta. Yang sering juga, kebijakan dibuat bukan atas sebuah pemikiran ilmiah tapi nyontek perusahaan lain.
"Fortune 50 itu bikin kaya begitu....kita harus meniru mereka".
"Perusahaan perusahaan besar semua sudah ngelakuin seperti itu....kita juga, dong"
Sebelum melanjutkan, saya akan jelaskan dulu...apa sih ILMIAH itu maksudnya?
Begini, sebuah pengetahuan bisa DATANG dari perbagai sumber. Bisa dari pengalaman (jangan lewat situ, soalnya gue selalu kena copet disitu). Bisa dari turun temurun (makan asem menyebabkan maag). Bisa dari buku, film, internet, percakapan (sosial interaction) dan lain lain.
Sementara pengetahuan yang didapan dari sebuah pemikiran ilmiah HARUS melalui sebuah proses yang terstuktur. Dimulai dari masalah, merumuskan hipotesa dan mengujinya hingga lahir sebuah solusi yang VALID dan RELAIABEL.
Tapi bisnis abad milenium adalah bisnis yang berpacu dengan waktu. Pola berpikir yang pragmatis. Seorang entrepreneur selalu ingin solusi cepat tapi mujarab.
Pertanyaannya: Apa bisa?
Jawabannya saya bagi dua.
Untuk manufaktur, solusi yang didapat biasanya lebih teknikal. Pabrik punya deretan teknisi yang akan memberi solusi lebih ilmiah. Jika mesin X macet, maka bisa jadi karena beban yang diterima lebih dari kapasitas yang dapat diterima. Lalu dihitunglah beban yang normal, sehingga mesin tidak jebol dengan berbagai rumus mekanika, fisika, elektro dan sebagainya.
Untuk industri dibidang jasa akan lebih kompleks. Aset utamanya adalah manusia, BUKAN MESIN. Manusia tidak bisa di"solusikan" dengan rumus mekanika atau fisika. Sebuah masalah yang cukup klasik, misalnya produktivitas yang menurut dalam periode tertentu, tentu tidak bisa diselesaikan dengan rumus Newton, F=m*a (gaya adalah perkalian massa dengan percepatan). Lalu bagaimana? ya mau tidak mau divisi HRD atau Development Anda harus melakukan sebuah 'penelitian ilimiah'.
"HAH? ILMIAH? apa ngga ada yang lebih ringkes?" begitu mungkin jawaban dari seorang CEO jika jawaban seperti ini diungkapkan oleh stafnya.
Sayangnya, Pak CEO, walau durasinya akan lebih lama tapi sebenarnya penyelesaian ilmiah kadang lebih MANJUR dibanding solusi cepat dengan sekedar melakukan outing, outbond atau mengundang motivator. Perusahaan kadang memberi effort yang lebih (tapi sebenarnya alasannya sih, karena tak mau susah....mau terima beres) yaitu: mengundang konsultan. Entah itu konsultan manajemen, dan sejenisnya.
Tapi menurut saya, konsultan itu ibaratnya dokter. Dia punya deretan "pasien" .... and at the end it's all about revenue and profit. Hatinya TIDAK ada pada perusahaan Anda. Mereka itu profit center seperti Anda. Adalah lebih efektif jike solusi ilmiah itu dilakukan oleh internal divisi Anda sendiri.
Tidak susah. Ikuti saja semua step yang dibakukan oleh sebuah penelitian ilmiah. Bedanya ini tidak dilaboratorium tapi dikantor Anda sendiri!
Mulailah dengan mendefinisikan masalah. Contohnya penuruan motivasi ditandai produktivitas menurut, trend absensi meningkat, atau angka resign yang naik.
Lalu, susunlah hipotesa. Caranya? Gampang.....toh setiap staf yang akan resign pasti diwawancara oleh staf HRD Anda kan? So....kompilasi dan analisa serta tarik benang merah mengapa orang hengkang dari perusahaan Anda.
Setelah itu, ujilah hipotesa Anda dengan sebuah pengukuran. Anda boleh lakukan dengan pendekatan kuantitatif (sebar survey, masukkan/olah dengan statistik) atau lakukan sebuah metoda kualitatif. Lakukan forum group diskusi atau descriptive interview dan seterusnya. Jika staf Anda (populasi) jumlahnya terlalu besar maka lakukan metoda sampling (random sampling atau stratified sampling). Silahkan pilih.
Oiya, terkait dengan SURVEY, saya perhatikan bahwa konsultan manajemen (apalagi yang adalah terafiliasi dengan sebuah konsep yang disadur dari Luar Negeri) sering kali "lebay" dengan lembar surveynya. Pertanyaan panjang, njelimet, berliku dan TAK mudah dipahami. Anehnya, perusahaan sering terkagum kagum. Mereka berpikir makin sulit sebuah survey.....makin kerennnnn!! profesional. ngga ecek-ecek. Tet Tot. Salah TOTAL.
Semua textbook penelitian ilmiah yang ada akan menyebutkan bahwa pertanyaan survey (questionnaire) yang BENAR adalah yang simpel dan LANGSUNG DAPAT DIPAHAMI dengan sekali baca. Jika pertanyaan Anda multi-interpretasi, dan harus dibaca 10 kali baru ngerti....saya pastikan pertanyaan (apalagi jawaban) Anda TIDAK VALID.
Dari uraian diatas, memagn TERKESAN menerapkan metoda ilmiah dalam sebuah bisnis praktis adalah hal yang tak lazim. Tidak sejalan. Tapi, percayalah....hasilnya akan lebih valid dari sebuah solusi analgetik yang ditawarkan pihak luar.
Saya tidak mengatakan semua konsultan manajemen itu buruk. Ada juga yang pendekatannya ilmiah, tapi jarang yang mampu menyentuh dasar permasalahan. Hanya konsultan terbaik, yang peduli.
(tulisan diatas adalah opini pribadi dari Feby Siahaan - pengamat dan praktisi komunikasi personal dan bisnis) - Alumni Rotterdam Business School.
Hari ini saya dapati kenyataan (pahit) bahwa sebenarnya keputusan manajemen didalam sebuah bisnis (perusahaan) juga sering TIDAK ILMIAH. Seringkali hanya berdasarkan "insting" pak/bu bos, "wisdom" pak/bu bos. Yang lebih parah, cuma try and error, yang penting ada keluar kebijakan biar ketahuan manajemen mikir ngga sok sibuk atau makan gaji buta. Yang sering juga, kebijakan dibuat bukan atas sebuah pemikiran ilmiah tapi nyontek perusahaan lain.
"Fortune 50 itu bikin kaya begitu....kita harus meniru mereka".
"Perusahaan perusahaan besar semua sudah ngelakuin seperti itu....kita juga, dong"
Sebelum melanjutkan, saya akan jelaskan dulu...apa sih ILMIAH itu maksudnya?
Begini, sebuah pengetahuan bisa DATANG dari perbagai sumber. Bisa dari pengalaman (jangan lewat situ, soalnya gue selalu kena copet disitu). Bisa dari turun temurun (makan asem menyebabkan maag). Bisa dari buku, film, internet, percakapan (sosial interaction) dan lain lain.
Sementara pengetahuan yang didapan dari sebuah pemikiran ilmiah HARUS melalui sebuah proses yang terstuktur. Dimulai dari masalah, merumuskan hipotesa dan mengujinya hingga lahir sebuah solusi yang VALID dan RELAIABEL.
Tapi bisnis abad milenium adalah bisnis yang berpacu dengan waktu. Pola berpikir yang pragmatis. Seorang entrepreneur selalu ingin solusi cepat tapi mujarab.
Pertanyaannya: Apa bisa?
Jawabannya saya bagi dua.
Untuk manufaktur, solusi yang didapat biasanya lebih teknikal. Pabrik punya deretan teknisi yang akan memberi solusi lebih ilmiah. Jika mesin X macet, maka bisa jadi karena beban yang diterima lebih dari kapasitas yang dapat diterima. Lalu dihitunglah beban yang normal, sehingga mesin tidak jebol dengan berbagai rumus mekanika, fisika, elektro dan sebagainya.
Untuk industri dibidang jasa akan lebih kompleks. Aset utamanya adalah manusia, BUKAN MESIN. Manusia tidak bisa di"solusikan" dengan rumus mekanika atau fisika. Sebuah masalah yang cukup klasik, misalnya produktivitas yang menurut dalam periode tertentu, tentu tidak bisa diselesaikan dengan rumus Newton, F=m*a (gaya adalah perkalian massa dengan percepatan). Lalu bagaimana? ya mau tidak mau divisi HRD atau Development Anda harus melakukan sebuah 'penelitian ilimiah'.
"HAH? ILMIAH? apa ngga ada yang lebih ringkes?" begitu mungkin jawaban dari seorang CEO jika jawaban seperti ini diungkapkan oleh stafnya.
Sayangnya, Pak CEO, walau durasinya akan lebih lama tapi sebenarnya penyelesaian ilmiah kadang lebih MANJUR dibanding solusi cepat dengan sekedar melakukan outing, outbond atau mengundang motivator. Perusahaan kadang memberi effort yang lebih (tapi sebenarnya alasannya sih, karena tak mau susah....mau terima beres) yaitu: mengundang konsultan. Entah itu konsultan manajemen, dan sejenisnya.
Tapi menurut saya, konsultan itu ibaratnya dokter. Dia punya deretan "pasien" .... and at the end it's all about revenue and profit. Hatinya TIDAK ada pada perusahaan Anda. Mereka itu profit center seperti Anda. Adalah lebih efektif jike solusi ilmiah itu dilakukan oleh internal divisi Anda sendiri.
Tidak susah. Ikuti saja semua step yang dibakukan oleh sebuah penelitian ilmiah. Bedanya ini tidak dilaboratorium tapi dikantor Anda sendiri!
Mulailah dengan mendefinisikan masalah. Contohnya penuruan motivasi ditandai produktivitas menurut, trend absensi meningkat, atau angka resign yang naik.
Lalu, susunlah hipotesa. Caranya? Gampang.....toh setiap staf yang akan resign pasti diwawancara oleh staf HRD Anda kan? So....kompilasi dan analisa serta tarik benang merah mengapa orang hengkang dari perusahaan Anda.
Setelah itu, ujilah hipotesa Anda dengan sebuah pengukuran. Anda boleh lakukan dengan pendekatan kuantitatif (sebar survey, masukkan/olah dengan statistik) atau lakukan sebuah metoda kualitatif. Lakukan forum group diskusi atau descriptive interview dan seterusnya. Jika staf Anda (populasi) jumlahnya terlalu besar maka lakukan metoda sampling (random sampling atau stratified sampling). Silahkan pilih.
Oiya, terkait dengan SURVEY, saya perhatikan bahwa konsultan manajemen (apalagi yang adalah terafiliasi dengan sebuah konsep yang disadur dari Luar Negeri) sering kali "lebay" dengan lembar surveynya. Pertanyaan panjang, njelimet, berliku dan TAK mudah dipahami. Anehnya, perusahaan sering terkagum kagum. Mereka berpikir makin sulit sebuah survey.....makin kerennnnn!! profesional. ngga ecek-ecek. Tet Tot. Salah TOTAL.
Semua textbook penelitian ilmiah yang ada akan menyebutkan bahwa pertanyaan survey (questionnaire) yang BENAR adalah yang simpel dan LANGSUNG DAPAT DIPAHAMI dengan sekali baca. Jika pertanyaan Anda multi-interpretasi, dan harus dibaca 10 kali baru ngerti....saya pastikan pertanyaan (apalagi jawaban) Anda TIDAK VALID.
Dari uraian diatas, memagn TERKESAN menerapkan metoda ilmiah dalam sebuah bisnis praktis adalah hal yang tak lazim. Tidak sejalan. Tapi, percayalah....hasilnya akan lebih valid dari sebuah solusi analgetik yang ditawarkan pihak luar.
Saya tidak mengatakan semua konsultan manajemen itu buruk. Ada juga yang pendekatannya ilmiah, tapi jarang yang mampu menyentuh dasar permasalahan. Hanya konsultan terbaik, yang peduli.
(tulisan diatas adalah opini pribadi dari Feby Siahaan - pengamat dan praktisi komunikasi personal dan bisnis) - Alumni Rotterdam Business School.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar