Senin, 11 Mei 2015

New Soulmate for Everyone



Internet adalah soulmate bagi computer dan gadget freak.
Apa yang tidak bisa dicari di’mbah google’?  Lokasi mana yang tidak bisa digapai dengan Google Map? Buat apa buang buang pulsa jika bisa berkomunikasi dengan Instant Message dipersonal computer.  Kenapa harus stress kalau macet jika ditangan ada gadget yang bisa browsing? Dan jangan lupakan efek massive dari fenomena Social Media seperti Facebook, Google+ atau Myspace.

Untuk memahami fenomena internet ini kita harus mengingat apa yang dikatakan oleh A.Rubin (2002). Disebutkan bahwa ada dua alasan individu sebelum mengadopsi satu teknologi: need and want.

Sekarang ini, memiliki komputer dan internet bukan lagi keinginan tapi sudah menjadi kebutuhan.  Alasan seseorang membeli komputer, 20 tahun lalu bisa jadi karena menolak untuk mengetik dokumen dengan mesin ketik manual.  Faktor keinginan, karena sebenarnya mengetik dengan mesin ketik pun tidak masalah jika Anda tidak keberatan capek sedikit. 
Chris Roberts, PhD  bahkan membandingkan personal computer dengan McDonald. Keduanya menurut Robert menjual produk yang pada awalnya terasa ‘aneh’ tapi kemudian menjadi komoditas laris. Selain itu keduanya juga berawal dari Amerika Serikat tapi kemudian menggurita keseluruh dunia. Terakhir, keduanya berhasil merubah dunia.

Pernyataan terakhir Robert sangat beralasan.Kini Anda pasti ditertawakan ketika ditanya alamat E-Mail dan mengatakan: Saya Tidak Punya.  Dan untuk membuat dan berkomunikasi via E-Mail dibutuhkan sebuah Komputer. Artinya, yang awalnya sebuah keinginan kini menjadi kebutuhan atau faktor Enabling (Grant, 2010).

Teknologi tidak pernah lepas dari unsur sosial dan ekonomi (Lin, 1998). Tuntutan untuk tampil lebih compact, tidak cepat panas dan kapasitas software yang lebih cepat dan bermemori lebih besar (Singer, 2005) perlahan menggeser PC dengan Laptop. Komputer jinjing ini bertahan cukup lama sebelum kemudian tergeser oleh format hardware yang lebih tipis, ringan walau ‘kekuatan’ software tidak secanggih Laptop. Produk terakhir ini lebih dikenal dengan Netbook.

Netbook pun tidak bertahan lama apalagi setelah April 2010, Apple mengeluarkan “ipad” yakni teknologi screen computer dengan virtual keybordnya.

Namun perkembangan komputer tidak hanya melulu soal hardware seperti masalah ukuran, berat, tampilan dan seterusnya. Yang lebih penting adalah “otak” dari mesin tersebut atau dikenal dengan software. Dari puluhan tahun lalu telah diprediksi bahwa daya berpikir (kepintaran) prosesor akan berkembang 1,5 kali lipat setiap 18 bulan (Moores, 1965). Singkatnya komputer akan bertambah pintar setiap 18 bulan. Benar sekali. Diawal 1990 komputer Anda mungkin masih level 28.6, lalu menjadi 38.6, 48.6 menjadi Pentium I, II, III, core duo, dan seterusnya.

Ini semua tidak lepas dari tuntutan user agar teknologi tidak berhenti berinovasi (Rogers, Everett, 2003) sesuai kebutuhan (Lin, 1998).
*
Komputer hanya rumah. Tapi yang menghubungkan user dengan dunia adalah inter-NET.  Internetlah yang menghubungkan (NETTING) satu komputer (TCP/IP) dengan komputer lain (TCP/IP).  Didalam jaringan (network) tersebut, cara yang digunakan untuk saling mengakses adalah dengan menggunakan World Wide Web (Brown & Halter, 2012). Word Wide Web atau yang selanjutnya akan disingkat Web, juga mengalami perkembangan. 

Awalnya kita mengenal Web 1.0 lalu  Web 2.0 dan kini telah hadir Web 3.0. Sulit untuk menarik garis tegas yang membedakan ketiganya. Yang pasti Web 1.0 bersifat lebih static, Web 2.0 menjadi lebih interaktif. Salah satu aplikasinya yang paling banyak digunakan adalah social media. Dan yang kini mulai banyak digunakan adalah internet Web 3.0.  Seri internet web 3.0 ini memungkinkan penyimpanan data yang sangat besar, dan juga memungkikan analisa atas data data yang bersifat online.  

Cukup menarik untuk menelusuri bagaimana statistik penggunaan internet di Indonesia, menurut data yang dirilis oleh Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) bulan Januari tahun 2014. Dikatakan bahwa penggunaan terbesar adalah untuk E-Mail (95,78%) untuk mencari berita/informasi (78,49%), mencari barang/jasa (77,81%), informasi tender (65%) dan social media (61.23%).  Semuanya untuk berkomunikasi, baik itu antar pribadi (social media, E-Mail), business to business (tender atau took online) serta  mass communication (berita).  Jadi, nyatalah bahwa komunikasi via teknologi pun telah menjadi hal jamak dinegeri ini.
*
Ketika menganalis perkembangan Teknologi dalam Komunikasi, dalam hal ini di Indonesia,  maka model yang paling tepat digunakan adalah perspective payung Grant (Grant & Meadows, 2008). 

Seperti yang dimodelkan oleh Grant, level paling bawah adalah unsur user termasuk perangkat hardware dan software.

Nah, memang benar bahwa dilevel paling bawah tersebut pada saat ini terjadi difusi teknologi. Namun apakah ada kesiapan dilevel produksi dari kedua unsur tersebut?  Untuk komputer misalnya, kendati banyak perakitan telah dilakukan oleh pabrikan Indonesia tapi tetap saja prosesor atau software kebanyakan didatangkan dari Cina.  Mengapa demikian? Untuk menjawabnya kita harus naik ke level payung berikut yakni system policy.  Mengapa sulit mendirikan industry berbasis R&D diIndonesia? Karena kurangnya fasilitas dari berbagai segi, misalnya pajak. Akibatnya komputer/laptop/netbook local harganya tidak bisa bersaing dengan merek luar.

Lalu bagaimana dengan kesiapan policy untuk internet. Bukan rahasia lagi kebijakan dibidang telekomunikasi kita masih jauh tertinggal dari negara lain. Monopoli masih dipegang oleh Telkom, terutama diwilayah wilayah terpencil. Akibatnya jika jasa penyedia jaringan lain tidak sanggup untuk membangun jaringan baru didaerah yang ‘kurang maju’ mereka hanya bisa menumpang pada infrastruktur yang dimiliki oleh Telkom. Jadi jangan heran jika Anda menggunakan internet dari penyedia jasa layanan non-telkom, didaerah ujung pulau sana, sending datanya masih sering tersendat-sendat. Dengan kualitas deliverance data yang putus-nyambung, jangan harap kualitas komunikasi bisa maksimal. Respon e-mail bisnis yang diminta SEGERA, mungkin baru bisa Anda reply 2 hari berikutnya.

Dari pemaparan diatas bisa kita lihat bahwa sebaran internet/web communication juga tergantung dari perkembangan ekonomi  (Grant,2010).  Pertumbuhan ekonomilah yang menimbulkan adanya demand infrastructure termasuk dibidang teknologi (Ball-Rokeach, 1985).  Huawei, misalnya, tidak akan berminat membangun tower atau jaringan fiber optic untuk koneksi 3G dipelosok Papua yang untuk makanpun penduduknya masih belum mampu.  Disinilah tantangan pemerintah (national policy) untuk memeratakan pembangunan.

Tapi, bukan berarti diwilayah maju seperti Jakarta tidak ada masalah. Perhatikan dilevel tengah perspective Grant ada unsur ‘organizational structure’.  Menarik melihat bagaiman divisi Marketing/Sales dan Divisi Operasional/Teknologi dari sebuah perusahaan komunikasi selevel Indosat (misalnya) tidak bisa bersinergi.  Divisi Marketing begitu agresif merangkum dan membundel produk produk paket internet dan voice untuk mengadopsi kebutuhan user.  Sayangnya hal ini tidak didukung dengan pertambahan jalur koneksi. Akibatnya? Pengiriman data menjadi lelet dan ujung ujungnya slowdown bagi bisnis telekomunikasi.

Bottle neck pertama muncul antara unsur unsur pada Organizational Structure (internal issue).

Bottle neck kedua antara unsur payung Organizational Structure dengan unsur top level yakni system policy disektor ekonomi dan bisnis.  Mampukah pemerintah membuka keran investasi dengan memberikan sejumlah fasilitas untuk mendukung manufaktur software, juga memboosting pertumbuhan ekonomi untuk menciptakan demand.
Bottle neck ketiga yang juga tidak kalah menarik adalah kesiapan payung hukum terutama ketika kita bicara soal hak cipta dan cyber terrorism atau sering disebut hacker.

Ketika bottle neck ini yang menyebabkan adopsi teknologi untuk komunikasi di Indonesia masih sering menimbulkan ekses ekses negative. Jika ditarik benang merah, maka PR pertama bukan pembenahan teknologi. Sebaliknya, penyempurnaan payung kebijakan pendukung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts