“When making judgments,
most people ignore sound generalization (e.g what reported in research from
studies of large number of people) and give preference to vivid personal
experience.” Nisbett R.E &Ross L (1980). Human interference: Strategies and shortcomings of social judgment.
Englewood Cliff, NJ: Prentice – Hall)
Nisbet dan Ross selanjutnya menyebut fenomena ini sebagai “Volvo
Fallacy”; sebuah tendensi manusia dalam
berkomunikasi (asli kata dari bhs latin, commūnicāre, berarti share meaning)
*
Fakta pertama: sebuah survey nasional yang sangat valid atas
10000 pemilik Volvo menyebutkan bahwa mobil merk Volvo sangat reliable. Fakta
kedua: kemaren Anda melihat mobil Volvo tetangga Anda teronggok dipinggir jalan
karena kerusakan mesin. Kedua ilmuwan tersebut menemukan bahwa Anda (dan
mayoritas manusia lain) akan cenderung mengabaikan fakta pertama dan lebih ‘terikat’
pada fakta kedua.
Masyarakat cenderung mempercayai informasi yang ‘firsthand’
(tangan pertama), konkrit dan pengalaman yang vivid (jelas, terang, pasti) dibandingkan sebuah
riset yang terkesan abstrak dan menggeneralisasi.
Volvo Fallacy dapat menjelaskan mengapa SULIT bagi
masyarakat (termasuk saya juga) untuk lebih mempercayai Kepolisian dibanding
KPK. Atau jika dibalik, lebih mudah
mempercayai KPK dibanding Kepolisian. Saya rasa pilihan itu bukan masalah mau tidak mau….. saya sih sejujurnya ingin
mempercayai polisi. *tapi rasanya seperti dipaksa memercayai seseorang yang
telah menyakiti hati berulang ulang kali….weissss, sedappph*
Dari segi usia institusi, POLRI jauh lebih ‘tua’ dibanding
KPK. Jadi, bisa jadi jangan jangan KPK
juga kalau usianya sudah ‘semapan’ Polri bakal sama aja...
Tapi, ….. ya itu, kembali
lagi sekarang ini rasanya koq sulit mau percaya sama Polri.
Saya sejujurnya sekarang sudah tidak mau terlalu berlebihan mendewa-dewakan
KPK, dan para pimpinannya. Siapapun rasanya sulit mempercayai ada pejabat
BERSIH SIH SIH 100% di Indonesia ini.
Korupsi udah berakar, sampai kadang korup adalah hal normal dan jujur
adalah sesuatu yang tak wajar. Tapi KPK beruntung, daily job-descnya bukanlah sesuatu yang bersinggungan LANGSUNG
dengan masyarakat. Anda pasti ngga pernah dong…ngeliat ada orang-orang berlabel
jaket KPK, seliweran dijalan…atau tempat tempat publik?
Nah! Sangat berbeda dengan kepolisian.
Begitu keluar dari rumah juga sudah langsung ketemu dengan
bapak/ibu polisi. Dan terus terang saya
sering lho melihat langsung kesalahan
‘oknum’ polisi dijalan. Misalnya aja, lagi macet macetan di Thamrin-Sudirman…lalu
tiba tiba beberapa mobil nyelonong masuk jalur busway…. Bisa dari 5 mobil
yang disetop….3 lolos, 2 nya lagi ditilang. Lolos bukan karena mereka tancap
gas. Kelima-limanya sih sama sama diberhentikan, tapi….ya itu, gak tau deh
kenapa yang 3 kaga ditilang. Sesama anggota kah? Pejabatkah? Atau apa?........
Belum lagi kejadian yang TIDAK langsung dialami (firshand
seperti contoh barusan), tapi saya lihat dengan mata sendiri via video.
Misalnya video unggahan soal angkutan umum yang lempar “uang” dipengkolan lah, setoran
dari preman lah…dst. Semua bukti
kesewenangan itu bersinggungan langsung dengan kehidupan kita sehari hari. Nisbett dan Ross menyebutnya sebagai VIVID
experience. Dengan kata lain, saya telah ter’infeksi’ Volvo fallacy.
Lha kalau KPK? Jika ada penyidik atau pimpinannya dituduh
melakukan korupsi pasti ada detil detil susulan seperti: “pada saat kasus ANU,
ditingkat pengadilan ANU, dipropinsi ANU.” Bukan VIVID personal
experience bagi saya. Ya mirip seperti contoh VOLVO fallacy tadi.
Atau kalaupun nanti terbukti Samad adalah pria pada foto
mesra “itu”, misalnya, lha terus?????? Apakah kemudian saya merasa terancam dan
was was? Ya kagak. Itumah paling jadi urusan Samad dengan istrinya, dan Tuhan…tentunya. Tapi tidak lantas saya merasa ‘tidak ada
kepastian hukum dijalan raya’ seperti kasus terobos busway tadi.
*
Bisa jadi, kita semua sudah tak lagi balance karena terkena
efek ‘volvo fallacy’ ini. Sudah tak lagi bisa membedakan oknum, dan institusi.
Satu Volvo mogok, tak membuat SEMUA Volvo adalah rongsokan. Sebaliknya 10 ribu Volvo
reliable, tak menjamin TIDAK ada SATU atau DUA Volvo yang rongsokan.
Semoga fenomena ini bisa dipahami oleh semua pihak. Pertama oleh masyarakat, supaya kita juga
tidak terlalu mendewakan satu pihak dan malah memojokkan pihak satunya. *saya
yakin disetiap institusi terburuk sekalipun ada orang baik. Sebaliknya disetiap
institusi yang terjujur sekalipun, ada orang buruk* Kedua, smoga kepolisian
bisa memperbaiki kinerja dilapangan….karena persepsi masyarakat sangat, SANGAT
cepat terbentuk dari apa yang terjadi disana.
Ketiga, KPK…terutama oknum oknum pimpinan juga sebaiknya statementnya
yang meneduhkan, bukan mengkompor kompori atau “memaksa” rakyat untuk memihak
institusi yang satu dan menghujat habis yang satunya.
Trims.
(feby siahaan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar